PUBLIKSATU, BAUBAU – Penyidik Polres Baubau menetapkan AP (19) sebagai tersangka kekerasan seksual terhadap dua bocah perempuan ingusan. AP tidak lain merupakan kakak laki-laki dari kedua korban AR (9) dan AS (4) – sebelumnya ditulis Ak dan Ay.
AP ditetapkan tersangka berdasarkan laporan polisi Nomor: LP/B/12/I/2023/SPKT/ Polres baubau/ Polda Sulawesi Tenggara, tanggal 28 Januari 2023. Ia dituding menjadi terduga pelaku pedofilia terhadap adiknya yang masih duduk di bangku kelas SD dan TK. Kejahatan itu terjadi di salah satu kompleks perumahan.
Kasat Reskrim Polres Baubau, AKP Najamuddin mengungkapkan, AP diduga kuat mencabuli kedua adiknya lantaran kecanduan menonton film porno sejak duduk kelas I SMP tahun 2018 lalu. AP sempat menghentikan kebiasaan buruk itu, namun kambuh lagi setelah mendapat kiriman video dewasa dari temannya di media sosial pada tahun 2021.
“Sehingga akibat kebiasaan tersebut, timbul niat pelaku untuk melakukan pencabulan terhadap kedua korban yang merupakan adik-adik dari pelaku sendiri. Pelaku melakukan aksinya pertama kali pada pada hari Sabtu tanggal 3 Desember 2022 kepada AR sebanyak tiga kali dengan modus menidurkan terlebih dahulu,” kata AKP Najamuddin dalam rilisnya.
Selanjutnya, kata perwira tiga balak ini, AP kembali melakukan hal yang sama kepada adiknya AS sebanyak dua kali. “Kemudian ibu korban yang sekaligus orang tua pelaku melaporkan hal tersebut ke Polres Baubau. Saat ini sudah dilakukan pemeriksaan enam orang saksi dan sudah sampai tahap pengiriman berkas perkara,” jelasnya.
Najamuddin menegaskan, pihaknya meyakini AP layak ditetapkan tersangka berdasarkan hasil penyidikan berupa pengakuan yang bersangkutan, saksi-saksi, petunjuk berupa HP, dan bukti surat VER (Visum Et Repertum). “Pelaku diamankan di Polres Baubau berdasarkan surat perintah penahanan Nomor: Sp.Han /11 /I/2023 tanggal 29 Januari 2023,” tandasnya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau menerima berkas perkara AP dari penyidik atau tahap I pada 13 Februari 2023. Setelah diteliti, jaksa menyatakan berkas perkara tersebut belum lengkap (P18, P19) dan dikembalikan ke penyidik pada 17 Februari 2023.
“Jadi empat hari setelah berkas masuk kita kembalikan ke penyidik. Ada petunjuk dari kita supaya dilengkapi penyidik. Sampai saat ini belum balik ke kita, mungkin penyidik masih berusaha memenuhi petunjuk jaksa,” ungkap Kas Pidum Kejari Baubau, Hakim Albana dikonfirmasi di kantornya, Selasa (28/2).
Ia menjelaskan, kekurangan berkas perkara dari penyidik mencakup syarat formil dan materil. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik wajib memenuhi permintaan jaksa paling lama 14 hari pasca berkas perkara dikembalikan.
“Kalau tidak dipenuhi (dalam waktu 14 hari) berarti kita bisa bersurat lagi menanyakan perkembangannya. Untuk penahanan di polisi itu 20 hari dan dapat dimintai perpanjangan ke kita 40 hari. Jadi total masa penahanan kewenangan polisi itu 60 hari,” pungkasnya.
Di sisi lain, AP masih berupaya melawan sangkaan penyidik Polres Baubau melalui mekanisme praperadilan di ke Pengadilan Negeri (PN) Baubau. Tim kuasa hukum AP, Safrin Salam dkk menggugat Kapolri dalam hal ini Kapolda Sultra lebih spesifik lagi Kapolres Baubau. Sidang perdana dijadwalkan pada hari ini Rabu (1/3).
Ada sembilan poin petitum permohonan kuasa hukum diantaranya menyatakan tindakan penetapan yang dilakukan oleh Polres Baubau terhadap AP tidak sah, memulihkan hak AP dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya, dan menghukum Polres Baubau untuk merehabilitasi nama baik AP melalui media massa.
Sebelumnya, ibu dari korban sekaligus tersangka, WS (inisial) menduga anak-anaknya diperkosa pada siang hari 24 Desember 2022 lalu. Waktu itu, korban ditinggal di rumah karena kekurangan kendaraan untuk dibawa serta menjual di salah satu pasar.
“Saya tahu waktu pulang dari pasar saya lihat anak paling kecil buang air kecil sambil menangis kesakitan. Setelah saya periksa ternyata sudah menganga (alat vitalnya) sampai ke dubur,” kata WS kepada awak media, Selasa (7/2) lalu.
Ia sangat meyakini anaknya AP bukan pelaku pencabulan terhadap AR dan AS. Sebab, pada hari ia mengetahui alat vital korban mengalami robek, AP membantu dirinya menjual seharian di pasar.
“Masa pelakunya anakku. Dia itu kerjanya selalu bantu saya buka jualan pagi-pagi. Waktu kejadian, kakaknya itu sama-sama saya menjual di pasar. Setahu saya kasian dia tidak pernah ke mana-mana kalau sementara menjual. Dia mau beli makanan pun dia tunggu saya baru keluar,” terangnya.
Hal itu, kata dia, dikuatkan dengan pengakuan korban bahwa pelaku bejat itu berjumlah tujuh orang. Pun, wajah para pelaku juga masih diingat dan sering beraktivitas di kompleks perumahan tempat kejadian perkara.
“Awalnya korban yang kakak ini tidak mau mengaku karena ternyata selalu diancam para pelaku. Setelah saya paksa ternyata ciri orang-orang itu sama dengan yang disebut adiknya. Pertama dia sebut orang yang melakukan, saya tidak percaya karena saya kenal betul. Tapi belakangan saya sudah yakin,” imbuhnya.
Ia juga merasa janggal dengan penahanan AP. Terlebih, foto wajah salah satu tersangka yang pernah diperlihatkan oleh penyidik dan sudah dibenarkan kedua korban sebagai salah seorang terduga pelaku justru masih bebas berkeliaran.
“Memang salah satu terduga pelaku yang ditunjuk anakku itu orang berada. Saya juga pernah disampaikan oleh oknum kalau ini laporan kasus bisa dicabut, maka otomatis kakaknya bebas. Kalau tidak dicabut, maka di penjara,” tuturnya.
Peliput: Darno dan Texandi