PUBLIKSATU, BAUBAU – Luas lahan Bandara Betoambari belum juga cukup untuk perpanjangan runway 22. Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Baubau masih harus susah payah menjolok dana pembebasan tanah.

Runway 22 merupakan istilah singkat dari landasan pacu sepanjang 2.200 meter. Saat ini, lahan yang tersedia atau sudah dibebaskan baru mencukupi untuk runway 2.000 meter. Itu artinya Pemerintah Kota (Pemkot) Baubau mesti membeli lagi lahan di bagian timur Bandara sekira 200 meter.

“Hasil perhitungan KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) terkait harga tanah di situ memang sangat tinggi. Jadi anggaran yang kita butuhkan juga sangat besar, taksiran untuk 200 meter lebih itu sekitar Rp 40 miliar,” ungkap Kepala Disperkimtan Baubau, Siti Amalia Abibu dikonfirmasi di kantornya, belum lama ini.

Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan pembebasan lahan Bandara butuh biaya besar. Selain lokasi strategis yang membuat nilai tinggi, juga di area tersebut terdapat bangunan dan tanaman dari pemilik lahan.

“Memang tanah di Bandara ini sangat strategis berada di tengah kota. Harga yang terkecil (tanpa bangunan dan tanaman) saja itu bisa Rp 600 ribu per meter. Yang pasti lahan depan runway 22 itu masih ada satu rumah dan beberapa rumah di bagian luar yang dihitung dan dibayar semua,” jelasnya.

Amalia mengakui, tahun ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Baubau tidak mengalokasikan dana pengadaan lahan Bandara Betoambari. Untuk itu, pihaknya akan mengupayakan dapat dukungan bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra).

“Rencana akhir bulan ini kita buat surat usulan Wali Kota ke Gubernur dan proposalnya yang di dalamnya menyertakan luas lahan yang kita butuhkan. Tahun lalu, kita dapat dukungan Pemprov Rp 10 miliar, tapi hanya bisa membebaskan sekitar 200 meter karena harga tanahnya tinggi dan terdapat empat rumah,” tandasnya.(exa)