PEMBENTUKAN Kepton berada pada momentum penting. Apa strategi Samsu Umar Abdul Samiun mendorong untuk memuluskan Kepton? Berikut uraian Umar Samiun -sapaan Samsu Umar Abdul Samiun- kepada wartawan Buton Pos, Irwansyah Amunu.
Bukankah saya sudah bilang kalau mau mekar mesti dicari alasan yang tepat. Tidak hanya memenuhi persyaratan formal yang ada.
Misalnya jumlah penduduk, cakupan wilayah, nama, tidak ada konflik, dan seterusnya. Tapi mesti dicarikan, apa sih yang menjadi syarat spesifik yang benar-benar kemudian membuat pemerintah menjadi tergugah untuk melihat ini.
Tidak seperi daerah yang lain, apa itu? Ya seperti yang sudah saya bilang. Yang kita bisa nuntut dari pemerintah pusat hari ini, bagaimana pemerintah pusat menghargai eks kesultanan Buton. Inilah yang menjadi syarat yang benar-benar di luar syarat formal. Tapi ini kalau kita jadikan senjata yang ampuh bersama-sama kita kebutin pemerintah, saya kira pemerintah mau.
Kenapa? Karena masuknya eks Kesultanan Buton di NKRI tanpa syarat. Masa dari sebuah negara bergabung di NKRI tiba-tiba dikasih kabupaten saja? Ya ndak logis dong. Tapi bagaimana mengemas, mengelola, menata kemudian menjadi persyaratan lalu rame-rame kita sampaikan kepada pemerintah pusat, mbok ya tolong hargai.
Kan kita tidak minta merdeka, kaya Aceh, Papua, dan lain sebagainya. Kita hanya minta saja jadi propinsi dalam wilayah negara republik ini. Apa masalhnya? Kira-kira itu yang jadi catatan khusus, ini yang jadi problem.
Muncul lagi ada satu kepanitiaan besar yang sudah diatur. Yang lewat SK 354.
Saya juga kadang-kadang bingung kita mau buat panitia perkawinan atau apa? Ini besar sekali, tapi mungkin juga salah satu pertimbangan gubernur untuk merekrut semua. Membuat semua berperan dalam pemekaran.
Termasuk bapak dilibatkan dalam SK tersebut.
Ya bukan dilibatkan, tapi dibanting sebenarnya. Karena sebelumnya saya mula-mulanya ketua percepatan. Bukan disitu.
Sebenarnya saya ditunjuk sebagai koordinator dalam Sekber. Bukan kaitan dengan SK yang dikeluarkan gubernur. Sebab begini, entah mungkin saya salah ya. Hanya saja, saya belum pernah melihat ada satu daerah, mau dimekarkan, apakah kabupaten atau propinsi, dimana panitianya bupati atau gubernur. Saya belum pernah lihat.
Karena memang harus disandarkan sebab tidak berkonsekuensi dengan APBD. Ketika seorang bupati, seorang gubernur mengeluarkan surat keputusan pasti konsekuensinya ke anggaran, ke APBD. Sementara itu nggak boleh. Itulah yang dilarang. Tapi syukurlah, syukur kalau pemerintah bisa melakukan ini.
Hanya menjadi catatan, yang menjadi masalah, sebab dikita ini kita mau gebrakannya lebih wah, lebih pedas, lebih berbenturan. Tapi kalau panitianya gubernur kalau kita berbenturan, nanti diambil gubernur. Kita serba salah kan. Tapi kalau ketuanya Sekber, Umar Samiun yang bergerak, Umar Samiun siapa? Bukan siapa-siapa. Rakyat biasa.
Nah ini yang membuat kita skemanya jadi masalah. Sementara kita kalau mau berkumpul semua, kalau perlu duduki DPR. tapi kalau lihat siapa ini pemekaran, Ketuanya Pak Ali Mazi, kan nggak enak.
Nah saya sendiri berpikirnya, mari sama-sama kita lakukan ini, kita tidak menuntut siapa yang berperan, nggak ada. Semua kita berperan.
Karena itu jantung kita untuk untuk memekarkan ini. Memulangkan semua kejayaan peradaban dimasa lalu. Walaupun eks Kesultanan Buton pernah berdiri sebagai sebuah negara dalam Nusantara, tapi dia kembali bergadung dalam NKRI, jangan kabupaten dong. Masa kabupaten. Ya nggak nggak aja. Hargailah sebagai sebuah propinsi. Itu baru klir.
Berarti dengan kata lain bahwa sekarang konsensusnya tidak usah bicara Buton Raya tetapi bicara Kepton?
Ya.
Energi eks Kesultanan Buton yang mesti diperkuat Pak ya?
Betul, malahan kalau menurut saya membicarakan Buton Raya dalam konteks sekarang, ini sudah upaya untuk menghalang-halangi. Nanti pemerintah pusat bilang, lho ini kan ada masalah, namanya belum klir.
Bukankah tadi saya sudah bilang tiga persyaratan soal nama, ibukota, dan cakupan. Kita pernah gagal karena cakupan. Jangan sampai kita gagal lagi gara-gara nama.
Nah penyintas ini yang lewat itu, habis lewat, buang, pergi. Tapi orang mulai saling berantem.
Saya baca. Bukan saya tidak baca. Di grup saya ngintip-ngintip. Orang saling benturan. Ini yang benar mana sih?
Malah yang dituduh katanya gagalnya mekar karena berubah namanya. Sebenarnya nggak. Dia tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu memanfaatkan ini. Masa mau menyalahkan itu. Itu diusul oleh seluruh gubernur bertandatangan, ketua DPRD propinsi bertandatangan, seluruh bupati daerah cakupan wilayah bertandatangan, seluruh ketua DPRD cakupan wilayah bertandatangan, lalu kita usul kesana, dengan alas tadi yang saya bilang, kalau Buton Raya dulu tidak duduk di alas. Itu cerdasnya Nur Alam.
Dia buat skemanya, sehingga Kemendagri tidak bisa bergerak. Karena dia duluan setuju ketika dipresentasekan.
Dia setuju, itulah yang dimaksud dengan grand desain. Dia setuju bahwa Sultra sangat dimungkinkan untuk dimekarkan menjadi dua propinsi. Grand desainnya sudah dibuat oleh Nur Alam sebagai gubernur pada saat itu. Lalu kemudian kita masuk disitu pemekaran, klir sudah.
Kalaupun sekarang terjadi, itu hanya persaoalan moratorium, bukan persaoalan nama seperti yang dibilangkan orang ini tadi. Orang ini tidak tahu apa-apa nih.
Jadi problemnya bukan disini, di pemerintah pusat?
Di pemerintah pusat. Nah, makanya orang ini bilang soal grand desain. Kita tidak bicara soal grand desain. Bicara pemekaran. Kenapa lagi tiba-tiba bicara gagalnya pemekaran katanya karena Buton Raya berubah jadi Kepton. Siapa bilang begitu.
Kau mau menyalah-nyalahkan orang banyak? Ya nggak mungkin kan? Jadi esensinya disitu.
Kita kembali bicarakan serius soal isu pemakaran. Soal datangnya dari pemerintah. Saya mau ingatkan sekali lagi. Apa pun yang keluar dari yang sekarang beredar ada 17 kabupaten, propinsi. Itu bohong, hoaks semua.
Entah siapa orang yang memainkan isu ini, bahkan sudah dibantah oleh Kemendagri. Mestinya Pak Gub, sebagai gubernur dan sebagai ketua tim, menjelaskan ini semua.
Saya menunggu kemarin ketika beliau menyambangi Kampus Unidayan. Saya berharap ada secara detail Pa Gubernur menjelaskan. Karena komponen masyarakat Kepton lagi pada gundah semua.
Karena ini bagian dari propaganda gubernur saat itu, apalagi disamping satu sisi beliau mau turun. Mestinya beliau menjelaskan ini lebih detail. karena ada penyintas ini yang sudah mulai membuang, jangan sampai nanti disalah-salahkan Pak Gubernur.
Jadi mestinya lewat Asisten I atau siapa menjelaskan ini. Ini sebenarnya apa sih?
Yang kedua menutupi isu tadi. adapun yang sekarang juga perlu penjelasan. Sekarang kan diambil alih kepanitiaan lewat SK 354, sehingga saya sebagai Ketua Sekber nggak lagi memungkinkan untuk itu.
Saya lebih banyak diam terhadap seluruh isu-isu pemekaran. Nah kalau pemerintah sudah melakukan upaya. Kemarin dia bilang, jeda. Kok sekarang garap Otsus? Memang antara Otsus dengan kita beda? siapa bilang. Lho kan tetap buktinya pemekaran.
Maksud saya walaupun disitu berat, tapi disini ada celah untuk masuk, dengan satu persyaratan tadi. Bahwa pemerintah pusat harus menghargai. Kita harus satu isu.
Kalau misalnya Pak Gub, oh ya sampaikan ke masyarakat ramai-ramai kesana, tapi kan nggak mungkin. Gubernur dia.
Itu kesalahan kesulitan kita, kita mau bergerak, begitu. Tapi kalau misalnya yang masih bukan gubernur disitu, kalau ada apa-apa, risikonya kita tanggung sendiri-sendiri.
Kita mau mekar itu urusan kita. Tapi kalau gubernur bicara sampai disana, bisa masalah beliau. Ini yang membuat kita stag.
Jadi kembali lagi, untuk dua isu ini nggak usah dipercaya.
Jadi tolonglah teman-teman di grup, ndak usah dipercaya isu ini. Isu Buton Raya, ndak usah dipercaya. Ini barang sudah lama. Dia tidak ikuti lagi perkembangan dia.
Orang itu sudah tidak ikuti lagi perkembangan sejak 2012 dia dapat masalah, tidak ikuti perkembangan lagi.(bersambung)